Peningkatan Produktifitas Padi, Jagung, dan Kedelai dengan Pemanfaatan Teknologi Mikrobial Organik

Oleh : Ali Zum Mashar **)
A. Latar Belakang
Masalah Pangan merupakan masalah kita bersama, di negara berkembang seperti di Indonesia penyempitan jenis pangan yang dikonsumsi terus terjadi seiring dengan kebijakan pangan yang terus mengikuti keinginan mayarakat baru yang boros (affluence society). Kecenderungan masyarakat baru yang mengarah pada penggunaan jenis pangan pokok tertentu seperti beras sebagai pangan pokok dan jagung kuning sebagai pakan ternak adalah kenyataan yang sulit di elakkan sehingga posisi komoditas ini sebagai pangan pokok sulit digantikan oleh tanaman lain. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat (di Indonesia yang mencapai 1,7 %) tiap tahun jika tidak diikuti dengan peningkatan produksi pangannya akan menimbulkan kesenjangan yang terus melebar antara kebutuhan dan ketersediaan pangan.
Impor beras yang mencapai 1,5 juta ton dan Jagung mencapai 3 juta ton adalah kenyataan, dan kedelai mencapai 2 juta ton/th mesti mendapatkan perhatian serius untuk melakukan pemacuan produksi. Namun melakukan peningkatan produksi bukanlah hal yang sederhana jika peningkatan produksi tidak berimbang dengan pertumbuhan penduduk dan pengembangan lahan sawah baru tidak berimbang dengan konversi lahan pertanian yang berubah menjadi fungsi lain seperti kpemukiman. Mencetak lahan baru tidaklah murah, memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut dipandang sebagai peluang terobosan untuk memacu produksi meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah. Sedangkan memacu produktivitas di lahan sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai titik jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun.
Upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan pokok padi misalnya terus dilakukan dengan melalui berbagai paket usaha tani termasuk mencari dan memanfaatkan varietas padi yang berpotensi hasil tinggi terus dikembangkan. Pemuliaan modern mempercepat proses breeding alamiah dan seleksi agar sesuai kehendak manusia dan inilah yang telah terbukti untuk mendapatkan tanaman yang memiliki potensi produksi tinggi namun dibutuhkan waktu yang relatif lama. Sedangkan teknologi transgenik hingga saat ini baru mampu memindahkan karakter spesifik tanaman seperti ketahanan terhadaap hama/penyakit tertentu, toleransi terhadap cekaman kekeringan dan sifat-sifat tertentu lainnya, tetapi belum mampu untuk mentransfer karakter kuantitatif (yield) karena sifat ini dikendalikan oleh multigenik yang hanya bisa dipecahkan dengan mutasi buatan dan hibridisasi seksual. Pemuliaan Varietas Unggul Baru (VUB), padi Hibrida bahkan Padi Tipe Baru (PTB) dan padi Transgenik terus dikembangkan. Hal yang sama terjadi pada jagung hibrida dan komoditi lain yang disebut tanaman hibrida.
Pada komoditi kedelai akhir-akhir ini menunjukkan bahwa trend produksi kedelai di dalam negeri terus menurun seiring menurunnya luasan panennya yang kurang dari satu juta hektar/tahun dengan kemampuan produktivitas 1,19 ton/ha. Jika tidak ada upaya khusus untuk pengembangan komoditi ini maka impor kedelai akan lebih dari 2 juta ton/th. Varietas-varietas unggul baik yang berumur pendek maupun berbiji besar dan memiliki kemampuan 2-3 ton/ha terus dikembangkan para peneliti. Namun setelah diterapkan di lapangan masih terjadi kesenjangan produktivitas dan perhatian para petani produsen kedelai terkonsentrasi bagaimana cara meningkatkan produksi yang berlipat ganda melalui teknologi dan iklim kebijakan yang mampu menjamin keuntungan dengan perlindungan harga dan penjualan yang bersaing di pasaran bebas.
Rendahnya produktivitas yang terus menurun mulai disadari akibat dari banyaknya anasir di dalam tanah, bahan organik yang rendah maupun lingkungan mikro ekosistem yang kurang ideal bagi tanaman yang bersangkutan. Tentunya untuk mendapatkan hasil maksimal dari tanaman unggul baru yang diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus “Presisi” dalam budidayanya seperti kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT dan/atau perlakuan lainnya. Pada kenyataannya baik VUB, Hibrida dan padi PTB dan kedelai serta Jagung hibrida akan mampu berproduksi lebih tinggi jika pengawalan managemen budidayanya dengan baik seperti persyaratan tanah, pemupukan dan pengendalian OPT maksimum dipenuhi, tetapi jika tidak justru terjadi sebaliknya lebih rendah dari varietas lokal.
Kemajuan Bioteknologi untuk presisi teknik budidaya masih terbatas dikenalkan untuk komoditas ini. Unsur penerapan Bioteknologi tanah dan mikroba sinergistik pada tanaman padi dan jagung masih belum optimal. Padahal pada kenyataannya faktor inilah sebagai faktor dominan untuk memecahkan stagnan produktivitas setelah varietas itu sendiri. Dampak positif dari pemanfaatan Bioteknologi ini adalah efisiensi ruang dan lahan yang semakin hari semakin sempit.
Pemanfaatan bioteknologi mikrobial mesti diseleksi dari sekian banyak mikroba di alam, tentu dari sisi manfaat dan dampak lanjutnya. Produk komersial dari teknologi ini sering disebut sebagai pupuk hayati yang hasilnya adalah cenderung mengarah pada hasil pertanian Organik. Salah satu produk yang telah teruji untuk presisi budidaya tanaman unggul adalah Pupuk hayati Bio P 2000 Z yang kandungannya berisi sinergi dari berbagai mikroba penyubur tanah dan tanaman.

B. Bioteknologi Penyuburan Diperlukan Untuk Tumbuh-Kembang Tanaman

Revolusi hijau dengan mengandalkan pupuk dan pestisida memiliki dampak negatif dalam kesuburan tanah yang berkelanjutan dan mutasi yang tidak diinginkan. Lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan respon kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan organik tanah karena memacu berkembangnya dekomposer dan bahan organik sebagai sumber makanan mikroba lain habis. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan daya dukung kesuburan tanah, pemupukan kimia yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang memebihi daya dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah menjadi “Sakit”. Ion-ion yang tidak seimbang di tanah tersebut cenderung menyebabkan tanah menjadi masam dan berpengaaruh besar terhadap terhambatnya tumbuh kembang tanaman.
Pemakaian Pestisida yang tidak terelakkan lagi cenderung mempercepat rusak parahnya kesuburan tanah karena kematian mikroba pengendali kesetimbangan alami tanah dan bahkan residunya dapat terbawa pada hasil panen seperti residu DDT. Kebijakan pertanian yang salah kelola tersebut mengakibatkan kemerosotan mutu lahan terus terjadi sehingga dampak negatif yang timbul lebih besar dari manfaat sesatnya bagi pertanian yang berkelanjutan. Secara sederhana, rendahnya produktivitas pertanian disamping karena faktor alam yang menjadi pembatas, rendahnya produktivitas tanaman merupakan akibat dari penguasaan teknik budidaya yang terbatas dan penerapan teknologi yang sepotong-sepotong, juga disebabkan oleh teknologi yang kurang dapat dipahami pengguna sehingga optimal/maximal sulit dapat dicapai.
Upaya mengembalikan keseimbangan alami melalui penyuburan organik terus digalakkan melalui paket pertanian organik, tetapi banyak orang beranggapan pertanian organik adalah pemakaian pupuk organik seperti kompos yang terasa berat dalam penerapannya dan mahal yang belum tentu sesuai dengan peningkatan produksinya. Pemanfaatan jasa mikroba sinergistik yang mampu membuat bahan organik alami di dalam tanah belum banyak dipahami, padahal kunci dari kesuburan biologi (organik) dikendalikan oleh mikroba ini.
Teknologi mikrobial hayati komersial yang dikenalkan dipasaran sebagian besar justru sebalinya mempercepat penurunan bahan organik didalam tanah seperti EM-4. beberapa teknologi sinergistik yang dikenalkan seperti CM-Series untuk tanaman Padi, Mikoryza untuk Jagung, dan bakteri-bakteri pelarut fosfat alam belum mampu menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga hilang dari pasaran kalah dengan penggunaan pupuk kimia. Hal ini perlu disadari bahwa masyarakat mengejar produktivitas dengan berbagai cara. Tantangan ke depan adalah perlunya teknologi organik yang memiliki produktivitas lebih tinggi dari penggunaan pupuk kimia?
Teknologi hayati dapat menjawab tantangan di atas dan menjamin kualitas dan lestarinya pertanian yang berkelanjutan, tetapi pada kondisi seperti ini diperlukan bukti nyata dan pengawalan yang baik berikut kebijakan yang kondusifnya. Hal ini dirasa perlu untuk kembali ke keadaan seimbang semula dengan jalan melakukan rekayasa alamiah. Keseimbangan alami dalam tanah secara nutrisional (kimia), mikro-organisme dan tanaman (biologi), kondisi alam dan perlakuan manusia (fisik) diciptakan agar dapat menunjang sebesar-besarnya pencapaian produksi tanaman setinggi-tingginya tanpa mengganggu keseimbangan lestari ini harus menjadi landasan bagi usaha pertanian tradisional maupun modern yang berkelanjutan.
Telah diketahui bahwwa semua mikro-organisme unggul berguna dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan agar mereka berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan daun dan ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan dapat menguntungkan tanaman. Ternyata diketahui beberapa mikroorganisme tersebut melakukan assosiasi dengan tanaman dan saling memanfaatkan sekresi yang dihasilkan, dimana mikroba memanfaatkan sisa-sisa nutrisi dan cairan mineral tanaman sedangkan mikroba menghasilkan sejumlah senyawa dan energi, nutrisi organik intermediate yang dapat diserap langsung dan dibutuhkan oleh tanaman untuk memacu metabolisme tumbuh-kembang yang optimal-maksimal tanaman. Prinsip-prinsip di atas telah diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk Hayati Bio P 2000 Z.

C. Manfaat Mikroba Penyubur dalam Memacu Produktivitas
Padi, Jagung dan Kedelai

Sebagai contoh pupuk hayati Bio P 2000 Z dengan teknologi mutakhir sistem Bio perforasi; Pupuk hayati Bio Perforasi diramu dari kumpulan mikro-organisme indegenus terseleksi bersifat unggul berguna yang dikondisikan agar dapat hidup harmonis bersama saling bersinergi dengan kultur mikro-organisme komersial serta dibekali nutrisi dan unsur hara mikro dan makro yang berguna bagi mikroba dan komoditas budidaya. Sekumpulan mikro-organisme unggul berguna dikemas dalam pupuk hayati Bio Perforasi terdiri dari dekomposer (Hetrotrop, Putrefaksi), pelarut mineral dan phospat, fiksasi nitrogen, Autotrop (fotosintesis) dan mikroba fermentasi serta mikroba penghubung (seperti Mycorrhiza) yang bekerja bersinergi dan nutrisi bahan organik sederhana, seperti senyawa protein/peptida, karbohidrat, lipida, Vitamin, senyawa sekunder, enzim dan hormon; serta unsur hara makro: N, P, K, S, Ca, dan lainnya berkombinasi dengan hara mikro: seperti Mg, Si, Fe, Mn, Zn, Mn, Mo, Cl, B, Cu, yang semua unsur yang disebut di atas diproses melalui cara fermentasi.
Bio Perforasi secara komprehenship membentuk dan mengkondisikan keseimbangan ekologis alamiah melalui sekumpulan jasa mikro-organisme unggul berguna yang dikondisikan, bersinergi dengan mikroba alami indogenus dan nutrisi; dan dengan menggunakan prinsip “mem-bioperforasi“ secara alami oleh zat inorganik, organik dan biotik pada mahluk hidup (seperti tanaman) sehingga memacu dan/atau mengendalikan pertumbuhan dan produksinya. Ternyata dengan sistem demikian masalah tersumbatnya produksi komoditi pertanian dapat dipecahkan.
Efek sinergi tersebut diwujudkan dalam bentuk : (1) diredamnya faktor penghambat tumbuh kembang tanaman yang dijumpai dalam tanah, (2) adanya produksi senyawa bio-aktif seperti enzim, hormon, senyawa organik, dan energi kinetik yang memacu metabolisme tumbuh kembang akar dan bagian atas tanaman, (3) fotosintesis makin efisien karena jalur reaksi Hill teraktifkan, (4) fixasi nitrogen non-simbiotik dan simbiotik meningkat, (5) pasok dan penyerapan hara oleh akar makin efesien, lancar, dan berimbang, (6) ketahanan internal terhadap hama dan penyakit meningkat, dan (7) produksi dan mutu hasil meningkat.
Melalui jasa mikro-organisme unggul yang sebelumnya telah dikondisikan terhadap lingkungan tumbuh kembang tanaman serta dibekali nutrisi dan unsur hara, faktor pembatas produksi dan kendala tumbuh asal tanah dan lingkungan dapat direndam sehingga tanaman dapat dipacu berproduksi tanpa menggangu hasil rekayasa konstelasi genetik yang telah dimiliki tanaman sebelumnya. Hal ini seiring dengan tujuan meningkatkan produktivitas hasil dari tanaman varietas unggul yang memiliki potensi genetik tinggi seperti padi Hibrida, PTB dan padi unggul lain yang akan dikembangkan untuk daerah-daerah kritis lebak rentan cekaman kesuburan tanah yang labil. Penggunaan mikroba Bio P 2000 Z secara teratur dan sesuai anjuran ternyata mampu mendongkrak potensi produksi tanaman yang bersangkutan melebihi referensi Genetik yang dimilikinya dan cekaman anasir penghambat dalam tanah.
Uji Pembuktian pada padi di lapangan menunjukkan bahwa pada lahan sawah yang masam dan kesuburan rendah dapat mendongkrak tumbuh kembang tanaman dengan performa 2 – 3 kali tanaman normalnya (Kalijati-Subang), pemakaian yang rutin di lahan sawah irigasi yang tua dapat menurunkan pemakaian pupuk kimia sampai 60% dengan diiringi peningkatan produksi padi IR-64 dan Ciheurang (mencapai 8 – 10 ton/ha GKG) dilahan yang sama kontrol petani hanya mendapatkan 4,5 – 5.5 ton/ha. Penerapan Bio P 2000 Z pada padi hibrida Pusaka (umur 90-97 hari) mencapai hasil 9,7 – 10.5 ton/ha (skala petani di Karawang); Padi Hibrida Pusaka 2 hasil mencapai 12 – 14 ton/ha (skala uji coba di Cibitung); Penerapan Bio Teknologi Penyubur ini pada padi PTB (Padi Tipe baru) menunjukkan hasil yang melebihi potensi determinasinya, 10 – 13 ton/ha (dalam penerapan paket bioteknologi Bio P 2000 Z padi unggul di sawah kritis Kalijati-Subang).
Keunggulan penerapan teknologi Bio Perforasi pada padi adalah meningkatnya produktivitas dan kualitas beras. Pada padi unggul nasional memacu bertambahnya anakan produktif rata-rata 19 – 35 anakan dan kuatnya perakaran (gambar A), tahan rebah dan serangan penggerek batang; malai lebih besar (berisi) sehingga dibanding tanpa Bio P2000Z pada volume gabah kering giling (GKG) yang sama rendemen meningkat 30% – 40%. Karena proses keseimbangan hara ini beras lebih jernih dan tidak mudah remuk/patah saat digiling. Sedangkan hasil kering panen rata-rata riil yang dicapai petani di lapangan adalah 8,5 – 11,5 ton/ha dan yang tanpa Bio P hanya 5,5 – 7,0 ton/ha. Potensi hasil uji coba penelitian dapat menghasilkan gabah 13 – 15 ton/ha. Penggunaan bio P 2000 Z untuk Padi hanya 4 – 5 liter/ha.
Performa tanaman secara Visual dapat dilihat sebagai berikut:

Penerapan pada jagung telah dikembangkan dalam skala luas di Jawa Tengah, Teknologi ini telah mendongkrak hasil rata-rata panen petani daerah binaan teknologi dari 3 – 4 ton/ha menjadi 6 – 10 ton/ha (Panen telah dilakukan oleh Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan dan Bupati Grobogan Januari 2003)

Potensi 2 – 3 tongkol 2 Cab. Produktif
Potensi 3 – 5 tongkol

Penerapan pada Kedelai Teknologi Bio P 2000 Z menjadi sangat diyakini masyarakat dan pemakai karena berasal dari penelitian dasar dan pengembangan penelitian serta telah dilakukan percobaan-percobaan yang intensif dan teliti dalam skala ekonomis maupun laboratorium. Di Balai pelatihan transmigrasi KALTENG aplikasi teknologi ini terbukti membooster produktivitas kedelai rata-rata 3,4 ton/ha dari hal yang dianggap mustahil sebelumnya pada tanah yang didominasi pasir kuarsa. Uji coba lanjut yang dilakukan bersama petani di kebun percobaan dihasilhkan rata-rata dari petak perlakuan sebesar 2,5 – 6,5 ton/ha (telah di ekspose Sinar Tani edisi 17 Maret 1999). Pembuktian teknis oleh penemunya di lahan masam gambut, sulfat masam dan berpirit di PLG Kapuas telah teruji sejak tahun 1998-2000, mampu melipatgandakan produksi lebih dari 250% dari rata-rata setempat. Bahkan di lahan kritis yang memiliki tipe tanah marginal pasir kuarsa (di Palangka Raya dan UPT Sei Gohong), teknologi ini mampu memberikan hasil produksi dengan kisaran hasil mencapai 3,8 ton/ha jauh lebih tinggi dari hasil cara konvensional (umum petani) hanya mampu 0,4 – 0,6 ton/ha. Pada tipe lahan sejenis, peningkatan produksi juga tercapai oleh petani di Gagutur, Barito Selatan (Kalteng).
BAGAIMANA CARA BUDIDAYA KEDELAI DENGAN TEKNOLOGI BIO PERFORASI (BIO P 2000 Z) ?
Hasil produksi Riil dari penanaman bulan Juni 2000 di lahan Gambut PLG Kapuas Kalteng dan lahan pasang surut bergambut Masuji-Lampung telah dipanen oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan produksi rata-rata 2,5 ton/ha hingga mencapai 5,1 ton/ha dari penanaman 300 ha yang tersebar di dua kawasan transmigrasi di atas; dan di Air Kubang Padang, Musi Banyuasin – Palembang pada lahan pasang-surut mampu menghasilkan 4,2 ton/ha sementara bila dibandingkan rata-rata umum produksi konvensional di PLG hanya 0,6 – 0,8 ton/ha. Di Majalengka (2001) 3,2 – 3,8 ton/ha; potensi di hamparan perak Sumut 3,5 – 5 ton/ha dari rata-rata umum setempat 0,8 – 1 ton/ha serta panen di Tanjung Morawa-Deli Serdang (Sumut, 21 juni 2001) berhasil di ubin oleh wakil gubernur mencapai panen dengan hasil 2,58 – 4,16 ton/ha pada varietas kedelai lokal kipas putih. Untuk kedelai edamame basah, potensi yang dihasilkan 8 -11 ton/ha dibanding rata-rata umum petani 4 – 5 ton/ha basah (hasil penerapan di parung-bogor).
Di Jambi (Agustus 2002) di Tanjung Jabung Timur, telah di Panen Gubernur Jambi hasil rata-rata mencapai 3,5 ton/ha (2,6 ton/ha – 4,6 ton/ha) dari kedelai uji coba 100 Ha bahkan teknologi ini telah diterapkan oleh petani diuntuk ternak, ikan dan tanaman lainnya. Ujicoba maupun uji komersial lain juga telah dilakukan di daerah-daerah sentra kedelai seperti di Jawa Timur ( 1.300 Ha), Jagung di Grobogan Jateng 3000 Ha, di Lombok NTB, Andonara NTT, Gorontalo, Makassar (Sulsel), Maluku Tengah, Nabire dan Merauke (Papua) yang semuanya menunjukkan pelipat gandaan hasil yang significan.
Bio Perforasi memberi harapan pada peningkatan produksi kedelai mencapai 5 – 6 ton/ha dalam skala terbatas jika penerapan kaidah teknologi dengan tepat. Dalam kondisi terkontrol penerapan Teknologi Bio P 2000 Z dapat mengeksitasi pertumbuhan dan produksi kedelai lokal tinggi mencapai 2,8 – 3,2 meter (seperti pohon) dengan lebat polong 1800 – 2300 polong/tanaman; pada tahun 2003 berhasil dikembangkan kembali pada kedelai lokal sehingga mencapai ketinggian tanaman 4,5 Meter dan kedelai edamame 2,40 Meter dengan buah yang cukup lebat. Dibanding teknologi konvensional di lokasi yang sama kedelai lokal ini hanya: tinggi= 6,5 cm dan polong= 20–75 polong /tanaman, dan untuk kedelai edamame hanya setinggi 40 – 55 cm dengan buah kurang dari 50 polong per tanaman.
Pada tingkat keberhasilan tersebut maka diprediksikan secara matematis kemampuan produksi kedelai diatas memiliki potensi 14 ton/ha – 30 ton/ha dan jika populasinya optimal mampu mencapai 50 ton/ha.
Efek lain yang bersahabat dari teknologi Bio-Perforasi ialah terhadap lingkungan tanah dan tanaman. Bersama dengan mikro-biota indegenus, pupuk hayati Bio-Perforasi yang diintroduksikan ke tanah serta permukaan daun dan ranting membentuk keseimbangan ekologi baru dengan meredam aktivitas mikro-organisme patogen yang tidak diinginkan, tetapi memicu performa mikro-organisme bersahabat. Keseimbangan ekologi baru ini sangat kondusif bagi tumbuh kembang tanaman, tetapi juga aman bagi kehidupan lain.

Proksi Mantap Tan. Pangan; Yogyakarta, 9 APRIL 2003; Pakan Baru, 15 April, 2003; Denpasar, 21 April 2003
Disampaikan Oleh: Ali Zum Mashar Inventor teknologi Bio P 2000 Z

Phone
Whatsapp